Sudut Pandang Lain Film The Great Hack


Menonton film The Great Hack (2019) menambahkan pengetahuan kepada penulis tentang pelarangan penggunaan data untuk kepentingan kampanye politik.

Dalam film tersebut, diceritakan bagaimana Cambridge Analytica (CA) menggunakan data, yang dikumpulkan dalam bentuk kuisioner test kepribadian Facebook, sebagai senjata untuk menampilkan video ejekan terhadap Hillary Clinton agar ditonton dan dapat memanipulasi pemikiran warga Amerika dengan tepat, saat memberikan suara pada pemilu Amerika 2015.

Secara keseluruhan, dalam film itu memperingatkan kepada kita, tentang bahayanya menyerahkan data pribadi kita melalui jejaring media sosial apapun, termasuk Google.

Untuk lebih detailnya dapat dilihat langsung di film tersebut.

Dan skandal diatas, mungkin salah satu alasan kenapa Google Ads tidak menampilkan iklan untuk kepentingan kampanye politik.

Kemudian apakah para perusahaan raksasa yang meminta data kita melalui media sosial itu bersalah?

Dalam urusan bisnis, seperti untuk menyebarkan iklan agar tepat sesuai sasaran, perusahaan memang membutuhkan data ini.

Dahulu penulis mendapat cerita, terdapat satu kelompok berbendera hitam di Malang, mereka menggali income Google Adsense dengan cara yang curang.

Konon mereka sampai membeli rumah, mobil, perangkat komputer dan barang mewah lainnya.

Salah satu caranya adalah mereka saling menghubungi teman komunitas terselubung yang berada di negara lain, untuk saling mengklik di konten online mereka masing-masing bergantian.

Tentu dengan cara seperti ini akan sangat merugikan pengiklan, yang tidak lain adalah klien dan sumber pendapatan perusahaan penyedia layanan media sosial, karena dana promosi yang dikeluarkannya terbuang percuma.

Oleh karena itu, dengan mengetahui data pribadi, koneksi, teman, jaringan, komunitas, penyedia layanan iklan, penyedia iklan akan dapat memastikan klien, bahwa iklan yang dititipkan melalui mereka, telah dilihat pada calon konsumen yang tepat.

Tetapi perlu diketahui, pada Google Ads misalnya, pengiklan hanya bisa tahu bahwa iklan telah ditargetkan secara umum saja (dalam bentuk kumpulan atau inisial), pengiklan tetap tidak mengetahui siapa saja yang telah melihat iklan mereka secara detail.

Pengiklan hanya tahu jumlah dilihat, impresi dan klik. Kemudian berapa jumlah dana yang telah dihabiskan.

Sehingga penulis rasa, tidak selalu salah jika perusahaan penyedia media sosial meminta data penggunanya. Tentu hal tersebut ditujukan untuk mereka dapat tetap menjalankan bisnis dan pengguna dapat tetap menikmati layanan secara gratis.

Juga untuk menentukan iklan yang ditayangkan sesuai jenjang umur.

Tentu akan tidak etis, jika iklan dewasa dilihat oleh anak-anak dibawah usia 13 tahun.

Hanya saja mereka (penyedia jasa media sosial) harus ektra dalam melakukan perlindungan data.

Yang perlu diperhatikan lagi adalah bagi pengguna media sosial itu sendiri, hendaknya selalu berhati-hati dalam memberikan data secara online.

Data yang diberikan, adalah data yang memang diperuntukkan untuk diketahui publik.

Perlu diketahui juga, hasil dari skandal tersebut, Google telah melakukan perubahan kebijakan disana-sini. Seperti yang telah sempat menimbulkan kekhawatiran penulis, dalam badai suspend Admob, beberapa waktu sebelum tulisan ini ditulis.

Comments

Popular posts from this blog

Google Sedang Membersihkan Konten Penyebab Invalid Traffic

Pentingnya Menambahkan Request Content pada Aplikasi

Menaikkan Traffic dengan Sistem Rekomendasi

Metode Martingale untuk Perencanaan Beli Emas

Kegunaan Lain Splashscreen dalam Aplikasi

Sekilas tentang Algorithma Pinguin 2019

Kelayakan Blog atau Website untuk dapat di Pasang Iklan Adsense

Kebijakan Penting Play Store 2019

Review Aplikasi yang Meragukan

Buka Warung Bakso Berbekal Google